Tim Ekuin Jokowi Buruk, Jika Tak di-Reshuffle

Mediaaspirasi - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) hampir memasuki usia tiga tahun. Namun kondisi ekonomi di Tanah Air masih stagnan dan loyo alias tak bergerak maju. Hal ini membuat legasi Jokowi bagi rakyat buruk dan tahun 2019 Jokowi, Mega dan PDIP bakal habis, jadi pecundang karena rakyat sudah kecewa berat.

''Jika tak di-reshuffle tim ekuin Jokowi itu membahayaan PDIP Mega dan Jokowi sendiri pada pemilu 2019, ekonomi rakyat memburuk dan terkesan ada laporan di media yang berwatak Asal Bapak Senang (ABS) dari tim ekuin Jokowi, dan cerita ekonomi yang ''rada baik'' itu terus disampaikan Darmin-Sri Mulyani pada presiden, padahal ekonomi rakyat memburuk, sehingga itu bahaya sekali bagi PDIP dan Jokowi sendiri,'' kata aktivis LSM Reinhard MSc dan Lutfi Syarqawi dari The Indonesia Foundation.

''Tiga tahun Jokowi, ekonomi stagnan dan lesu,'' begitulah penilaian yang disampaikan Institute Development of Economics and Finance (Indef).
Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK) hampir memasuki usia tiga tahun. Namun, beberapa kalangan menganggap kondisi ekonomi di tanah air kian stagnan alias tak bergerak. Terpuruknya ‎perekonomian di Indonesia disebut-sebut akibat buruknya kinerja Tim Ekonomi Presiden RI Joko Widodo.

Peneliti Senior Institute Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini mengatakan, stagnannya ekonomi Indonesia tercermin dari nilai ekspor Indonesia yang merosot tajam. Ia memaparkan, pada 2013 realisasi ekspor Indonesia mampu menembus di angka USD200 miliar, namun saat ini justru tidak mencapai USD100 miliar.

"Padahal, ekspor ini tanda dinamika kebijakan, kredit bank, employement, dan pemerintah hidup. Tapi sekarang, hampir nyaris USD100 miliar. Jadi separuh tergerus. Ini gawat. Satu angka saja mencerminkan hampir keseluruhan dinamika ekonomi di Indonesia, kata Didik di Jakarta, Jumat (21/7/2017).
Didik J Rachbini mengatakan, stagnannya ekonomi Indonesia tercermin dari nilai ekspor Indonesia yang merosot tajam. Pada 2013, realisasi ekspor Indonesia mampu menembus di angka USD200 miliar, namun saat ini justru tidak mencapai USD100 miliar.
“Padahal, ekspor ini tanda dinamika kebijakan, kredit bank, employement, dan pemerintah hidup. Tapi sekarang, hampir nyaris USD100 miliar. Jadi separuh tergerus. Ini gawat. Satu angka saja mencerminkan hampir keseluruhan dinamika ekonomi di Indonesia,” kata Didik dalam Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun Indef 2017, di Jakarta, Rabu (19/7).
Didik juga menyoroti anjloknya konsumsi dan daya beli masyarakat yang sebelumnya menjadi andalan pemerintah. Bahkan, menurut dia, sejumlah pengusaha ritel terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.
“Seluruh supermarket konsumsi yang dulu diandalkan sekarang anjlok semua. Hypermart layoff karyawan. Tandanya, daya beli melemah,” ujar dia.
Lebih jauh, Didik juga mengkritisi masih tingginya tingkat kesenjangan di Indonesia. Dari data yang dia punya, Indonesia termasuk tiga besar negara yang tingkat ketimpangan dan kesenjangannya paling tinggi, demikian disampaikan Didik.
“Indeks gini rasio, walaupun ini pengeluaran dan tidak mencerminkan aset tetap naik. Indonesia termasuk tiga negara besar yang paling senjang di dunia. 1 persen dari pemilik akun di bank, menguasai 80 persen dari total uang. Itu kesenjangan luar biasa,” ungkap Didik. (knfts/ar)

Related

NASIONAL 3346479581462901590

Posting Komentar

emo-but-icon

item